- Para pendahulu setiap masyarakat di manapun selalu menanamkan nilai-nilai dan konsepsi-konsepsi yang kemudian diyakini sebagai blue-print yang menjadi penuntun dalam perjalanan hidupnya. Nilai dan konsepsi itu menjadi pedoman dalam tingkah laku. Tingkah laku setiap individu dan kelompok dan ekspresi-ekspresi simbolik mereka telah banyak diteliti oleh para ahli ilmu-ilmu sosial untuk melihat lebih jauh proses dan tujuan pewarisan nilai dan konsepsi tersebut dilakukan. Clifford Geertz mengatakan bahwa sistem pewarisan konsepsi dalam bentuk simbolik merupakan cara bagaimana manusia dapat berkomunikasi, melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan dan sikapnya terhadap kehidupan Geertz, 1973 89. Para pendahulu masyarakat Sambas telah mengajarkan nilai moral kepada generasinya dalam cerita rakyat yang pada masanya merupakan sebagai sarana pendidikan budi pekerti. Kita sebagai generasi muda yang peduli akan kekayaan budaya leluhur Sambas harus selalu menjaga keeksistensiannya dan melestarikannya agar tidak punah, satu diantaranya adalah sastra daerah Sambas yang berbentuk lisan maupun tulisan. Menurut saya, sastra daerah merupakan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. Cerita rakyat merupakan salah satu sastra daerah yang perlu dilestarikan keberadaannya, yang dituturkan secara lisan oleh para pendahulu kita. Cerita rakyat yang pada mulanya dilisankan selain berfungsi untuk menghibur, juga dapat memberikan pendidikan moral. Kali ini saya akan review cerita rakyat yang berasal dari Negeri Sambas, yaitu 'Legenda Mak Miskin Dan Asal Usul Batu Betarup'. Legenda Mak Miskin Dan Asal Usul Batu Betarup adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi yang ceritanya dihubungkan dengan Mak Miskin, telah dibumbui dengan keajaiban, kesaktian, dan keistimewaan tokohnya. Batu Betarup adalah sebuah batu yang membukit seperti Tarup dan hingga saat ini masih bisa dijumpai di Desa Tempapan Hulu, Kecamatan Galing , Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Inilah cerita singkatnya Cerita tersebut berkembang secara lisan dari mulut ke mulut dan tidak jelas siapa pengarangnya. Untuk di lapangan, mungkin kita akan menjumpai cerita yang sama dengan versinya masing-masing. Ada sebuah cerita rakyat dari Suku Dayak Mayau yaitu Legenda Bukit Sebomban, alasan saya menceritakan kembali Legenda Bukit Sebomban karena nilai moral dan ceritanya mirip dengan cerita rakyat dari Sambas yaitu Legenda 'Mak Miskin' Dan Asal Usul Batu Betarup. Suku Dayak Mayau adalah sub suku Dayak yang tersebar di Kabupaten Sanggau. Menurut Lukas Kibas dalam bukunya "Bidoih Mayau" bahwa suku dayak Mayau berasal dari wilayah sambas Sungkung yang terdesak oleh orang-orang pantai suku Melayusehingga mereka mencari wilayah yang baru ke daerah pedalaman. Akhirnya mereka sampai juga pada suatu tempat yang cocok dan subur untuk bertani maka mereka mendirikan pemukiman awal persisnya sekarang terletak gunung sebomban atau mungkin pula kampung ini bernama sebomban pemukimannya dekat dengan sungai Mayau yang kelak akhirnya kampung ini terkubur dan menjadi sebuah bukit akibat tulah dan menjadi legenda bagi masyarakat suku dayak Mayau. Ini cerita singkatnya yang saya kutip dari wikipedia Pada suatu masa hiduplah seorang nenek dengan cucunya mereka tinggal di dalam hutan jauh dari perkampungan di sebuah gubuk reot. Mereka hidup dikucilkan oleh orang kampung karena orang kampung tidak suka melihat mereka berdua. Sang nenek dan si cucu hidup dari hasil hutan food gathering dengan peranti dan perkakas apa adanya. Cerita ini bermula ketika orang kampung mengadakan pesta gawai panen padi selama tujuh hari tujuh malam karena panen yang mereka dapat tahun ini melimpah ruah. Mereka mengundang kampung tetangga dari keempat penjuru untuk pergi ke pesta gawai yang diadakan oleh orang kampung, tapi satu kesalahan yang orang kampung buat yaitu tidak turut mengundang sang nenek dan sang cucu karena adat istiadat pada zaman itu apabila mengadakan gawai semua orang harus diundang ke dalam pesta tersebut kalau tidak akan mendapat petaka. Pada suatu hari pergilah sang cucu tersebut ke kampung karena mendengar kabar bahwa orang kampung mengadakan pesta gawai dari orang-orang kampung tetangga berangkat ke pesta gawai. Si cucu maklumlah masih kecil maka dia pun berangkat menghadiri pesta tersebut tetapi sesampai di sana bukannya kemeriahan yang dia dapat tetapi si cucu mendapat perlakuan yang kasar dari orang kampung, dicemooh dan diusir. Dengan perasaan sedih dia pulang menemui neneknya dan menceritakan perlakuan orang kampung kepada neneknya. Sang nenek terenyuh hatinya mendengar cerita cucunya karena kasihan kepada cucunya lalu sang nenek menyuruh sang cucu kembali lagi ke kampung siapa tahu ada orang kampung yang masih menaruh perhatian kepada mereka. Akhirnya sang cucu pun menuruti keinginan neneknya untuk kembali ke kampung tapi apa yang terjadi perlakuan orang kampung sama seperti yang sudah-sudah malahan lebih kasar lagi layaknya seperti binatang dengan memberi si cucu tersebut dengan daging yang terbuat karet latek yang rasanya hambar dan alot. Si cucu membawa daging tersebut pulang kepada neneknya, sesampai di gubuk si cucu menyerahkan daging pemerian orang kampung tersebut kepada neneknya dan nenek itu memakan daging pemerian si cucu tetapi daging tersebut alot untuk dimakan dan setelah tahu bahwa daging pemerian dari orang kampung tersebut palsu maka murkalah sang nenek dan berkata "Celakalah orang kampung karena telah memperlakukan kita seperti binatang" geramnya. Lalu sang nenek menyuruh si cucu untuk pergi kepada orang kampung dengan membawa anak kucing yang didandani layaknya seperti manusia dengan sarung parang dipinggangnya dan menyuruh melepaskan anak kucing tersebut di tengah orang ramai. Si cucu pun mengikuti perintah sang nenek dan melaksanakan apa yang diperintahkan sang nenek si cucu melepaskan anak kucing tersebut ke tengah orang ramai dan ketika orang ramai tersebut melihat anak kucing tersebut sontak orang ramai tersebut meneriaki, mengolok, menertawakan, dan mencemooh anak kucing tersebut. Tak lama kemudian tiba-tiba langit berubah mendung dan gelap petir menyambar dimana-mana hujan batu pun turun seketika itu juga perkampungan tersebut berubah menjadi sebuah bukit yang diberi nama bukit sebomban dan sampai sekarang oarang Mayau masih memegang kepercayaan bahwa pamali menertawakan binatang terutama kucing. Dari kedua cerita di atas, mempunyai kemiripan dan nilai moral yang terkandung dari kedua cerita rakyat tersebut sama persis. Sebagai generasi muda, mari kita lestarikan cerita rakyat yang ada sekarang. Jangan sampai punah keberadaannya, karena ini merupakan warisan para pendahulu kita. Demikian cerita rakyat dari daerah Sambas yaitu Legenda Mak Miskin Dan Asal Usul Batu Betarup dan cerita dari Suku Dayak Mayau yaitu Legenda Batu Sebomban. Semoga artikel saya bisa bermanfaat dikemudian hari. Silahkan di share dan JANGAN LUPA SUMBER ARTIKELNYA harus disebutkan.
Cerita rakyat sambas dibawah ini di ceritakan dari mulut ke mulut di daerah sambas, sehingga sangat mungkin adanya penambahan atau pengurangan makna dari cerita aslinya, sehingga jika terdapat kesalahan kami sangat mengharapkan masukan dari pada pembaca Dahulu kala di suatu desa terpencil hiduplah sebuah keluarga kecil, keluarga ini sudah tidak lengkap lagi karena sang ayah sudah meninggal beberapa tahun lalu. Dengan meninggalnya sang ayah sebagai tulang punggung keluarga otomatis keluarga ini hidup miskin dan melarat yang hanya terdiri dari seorang ibu dengan seorang anak. Sang ayah hanya bisa menemani anak saat masih bayi dan setelah itu sang ayah sakit-sakitan dan akhirnya meninggal dunia, sehingga sang ayah tidak bisa menemani sang anak tumbuh besar. Keluarga kecil ini, yang hanya terdiri ibu dan anak tanpa seorang ayah adalah keluarga yang sangat miskin bahkan paling miskin di desa itu, bahkan karena saking miskinnya keluarga ini orang sampai tidak mengganggap keberadaan keluarga kecil ini. Ibunya hanya bekerja sebagai pencari kayu bakar untuk menghidupi keluarganya, suatu hari orang yang paling kaya di kampung itu mengadakan selamatan yang kita tahu kalau orang kaya mengadakan selamatan, pasti seluruh warga kampung diundang. Setelah mendengar cerita itu, si anak merasa ingin sekali pergi ke acara selamatan itu karena seumur hidupnya dia tidak pernah pergi ke acara yang seperti itu. ”Aku tidak pernah pergi ke acara yang seperti itu” kata anak itu. Lalu anak itu bertanya kepada ibunya ”Mak, apakah kita diundang oleh orang di acara itu?” Lalu jawab ibunya ”Tak tahu ya, coba kamu bertanya ke orang di situ” Lalu jawab si anak lagi ”Mana ada mak orang yang mau memberitahu kita. Aku kan bau” ”Oh, kalau begitu biar mak saja yang bertanya” kata ibunya. Pergilah ibunya itu. Kemudian bertanyalah ibunya ke tetangga itu ”Eh, apakah aku diundang di acara itu?”kata sang ibu, ”Tak tahu ya. Sepertinya tidak ada. Aku Cuma mengundang orang yang namanya di sini” kata tetangga tadi itu. Rasa kesal dan benci ibunya menyeruak, kemudian sadarlah dia bahwa mungkin dia adalah orang paling miskin di kampungnya. Kemudian diberitahukannya kepada si anak bahwa keluarganya tidak diundang oleh orang yang mengadakan acara itu, akan tetapi si anak ingin sekali seperti orang lain yang dapat makan enak. Kemudian dia nekad bahwa dia harus pergi ke acara itu. ”Mak...!” kata anak itu.”Aku harus pergi ke acara itu apapun yang terjadi” kata anak itu lagi. Tibalah hari acara tersebut, orang yang kaya tadi membuat tarub untuk acaranya tersebut. Tarub itu adalah tempat orang terhormat berkumpul seperti kiai, kepala kampung, dan sebagainya. Pakoknya orang kaya dan terhormat yang datang pada sebuah acara yang memang sengaja dibuat oleh orang - orang tersebut. Begitu acara dimulai, berdatangan orang sekampung. Melihat orang sekampung pergi ke acara itu, si anak pun ikut pergi juga, berdandanlah si anak. Ketika sampai di tarub, si anak ditahan oleh si penjaga tarub. ”Ada apa kamu ke sini? Kamu itu tidak diundang” kata penjaga tarub tadi. Kemudian penjaga tarub mendorong tubuh anak tersebut hingga jatuh, merasa diperlakukan seperti itu pulanglah si anak ke rumahnya. Setibanya di rumah, dia pun langsung memberitahu kepada ibunya apa yang di alaminya di acara tadi, kemudian ibunya memerintahkan si anak agar pergi mengulangi kembali, pergilah si anak ke selamatan itu lagi Untuk kedua kalinya juga, anak tersebut kembali di usir oleh sang penjaga tarub. Penjaga tarub tersebut mendorong anak tersebut lagi. Kemudian si anak kembali ke rumah dan memberitahukan kejadian tersebut kepada ibunya. Sesampainya di rumah, ibu kembali menyuruh anaknya untuk mandi sampai bersih ”Coba kamu pergi lagi dan sebelum kamu pergi kamu harus mandi sampai bersih. Mungkin saja badanmu masih bau sehingga orang tidak mau menerimamu hadir di acara tersebut” Kemudian si anak tanpa berpikir panjang menuruti perintah ibunya, setelah mandi si anak langsung pergi ke acara tersebut untuk ketiga kalinya. Akan tetapi anak tersebut masih juga didorong oleh si penjaga tarub tersebut, dengan hati yang sedih si anak kembali lagi ke rumahnya dan memberitahukan lagi apa yang dialaminya kepada si ibu. Mendengar cerita anaknya, hati si ibu pun menjadi geram terhadap perlakuan si penjaga tarub terhadap anaknya, maka timbullah niat jahat si ibu. ”Oh, kalau begitu caranya orang dengan kami, kami juga bisa berbuat jahat dengan orang” kata si ibu. ”Kalau begitu, kamu dandani kucing kita ini dengan memakaikan baju kepadanya sehingga menjadi kucing yang benar-benar bagus. Kemudian kita bawa kucing tersebut ke acara orang kaya itu” kata si ibu. Kemudian si anak dengan si ibu pergi ke acara tersebut sambil membawa kucing yang sudah didandani tadi. Ketika telah sampai di tarub, kucing yang sudah didandani seperti manusia tadi dilemparkan ke depan orang-orang yang duduk ditarub. Karena lucunya sang anak dan ibu mendandani kucing itu, semua orang yang duduk di tarub menjadi tertawa terbahak-bahak. Kucing itu pun berlari-lari kebingungan tidak terarah, orang mengira kalau kucing tersebut sedang menari dan semakin besar ketawa orang yang ada di situ. Saat orang di tarub sedang asik menertawakan kucing itu, tiba-tiba petir menyambar orang di tarub tersebut. Dengan seketika tarub beserta semua orang yang ada di dalamnya itu berubah menjadi batu. Namun sang anak dan ibu tidak kena sambaran petir itu dan tidak berubah menjadi batu, seperti orang-orang yang ada di tarub. Itu karena sang ibu dan anaknya bersembunyi di balik batang bambu dekat tarub tersebut. Batu tersebut terdapat di kampung Daup Kecamatan Galing, Kabupaten Sambas. Makanya hingga saat ini jika petir menyambar, orang di sekitar pasti akan menggesekkan batang bambu Menurut mereka jika dua buah batang bambu sigesekkan dapat menangkal sambaran petir. Sumber Aris Munandar
3ZLG.