CANBERRA - Setiap tahun, warga beberapa provinsi di Sumatera dan Kalimantan selalu menderita karena kebakaran hutan dan lahan. Penyebab bencana asap telah diketahui dan berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk memadamkan api. Kendati demikian, bencana tersebut selalu berulang dan menjadi hajat tahunan republik ini. Barangkali sudah tiba saatnya untuk meningkatan pelibatan dan kesiapan masyarakat dalam pencegahan kebakaran hutan dan kebakaran lahan dan hutan Manusia adalah penyebab utama kebakaran hutan dan lahan yang setiap tahun terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Kondisi makin parah karena musim kemarau dan fenomena El Nino yang akan mempermudah dan memperluas penyebaran api serta menyebabkan kabut asap. Oknum-oknum yang membakar hutan dan lahan memiliki motif ekonomi di balik aksinya. Motif pertama adalah karena metode inilah yang paling murah. Menurut BNPB, pembukaan lahan dengan membakar hanya memerlukan dana 600 - 800 ribu per hektar, sedangkan tanpa bakar memerlukan biaya 3,5 - 5 juta. Motif kedua berkaitan dengan harga lahan, yaitu karena melonjaknya harga lahan setelah dibakar. Hasil penelitian dari CIFOR menunjukkan, harga lahan sebelum dibakar adalah delapan juta rupiah dan setelah pembakaran menjadi 11 juta rupiah. Kemudahan metode pembakaran hutan dan lahan serta keuntungan ekonomi di baliknya menyebabkan ada pihak-pihak yang diuntungkan. CIFOR mencatat para pihak tersebut adalah kelompok tani, pengklaim lahan, perantara penjual lahan, dan investor sawit. Seiring makin meningkatnya industri sawit, maka pembakaran hutan dan lahan akan terus terjadi. Selain motif ekonomi dari berbagai pihak, kebakaran lahan dan hutan juga terjadi karena adanya ketidakpatuhan. Pada tahun 2014, dibentuk Tim Gabungan Audit Kepatuhan yang terdiri dari beberapa institusi pemerintah, yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, BP REDD+, UKP4 dan para ahli serta asisten teknis. Tim ini bertujuan untuk mendapatkan informasi menyeluruh mengnai tingkat kepatuhan perusahaan dan pemerintah daerah. Tim juga mencoba menemukan akar persoalan dan pemenuhan kewajiban dari perusahaan dan pemerintah daerah dalam rangka mencegak kebakaran hutan dan lahan. Selain itu, rekomendasi untuk membina dan mengawasi juga disampaikan dalam laporan Tim investigasi dari Tim Audit adalah adanya ketidakpatuhan baik yang dilakukan oleh perusahaan maupun pemerintah daerah. Perusahaan tidak patuh di antaranya karena adanya lahan gambut di wilayah konsesi, perusahaan tidak mampu menjaga wilayah konsesinya karena berbenturan dengan kepentingan masyarakat yang tinggal di sana, tidak ada pelaporan dari perusahaan yang akan mempermudah deteksi sebelum kebakaran, dan perusahaan tidak memiliki sarana prasarana dan sumber daya manusia untuk pencegahan. Di sisi lain, pemerintah daerah juga melakukan ketidakpatuhan karena pengawasan terhadap perusahaan tidak optimal, tidak adanya perlindungan dalam tata ruang, tidak adanya dukungan untuk PLTB Pembukaan Lahan Tanpa Bakar, dan dukungan anggaran tidak optimal. Masyarakat sudah dilibatkan untuk menghadapi kebakaran lahan dan hutan, namun masih terdapat beberapa kendala. Pertama karena wilayah yang dikelola oleh Manggala Agni terlalu luas. Kedua, pemberdayaan masyarakat peduli api belum optimal karena belum semua daerah memiliki dan kelompok masyarakat ini tidak dilengkapi dengan peralatan yang memadai. Dampak kebakaran lahan dan hutan Asap karena kebakaran hutan dan lahan berdampak pada kesehatan dan ekonomi masyarakat. Ribuan warga harus menderita karena udara yang tercemar asap dan hasilnya banyak yang menderita infeksi saluran pernafasan atas. Selain itu, asap yang tebal mengganggu jarak pandang, sehingga warga kesulitan untuk beraktivitas sehari-hari, termasuk terjadinya gangguan penerbangan. Dari sisi ekonomi, data menunjukkan kerugian sekitar 20 triliun rupiah dalam waktu dua bulan. Selain pada manusia, kebakaran hutan dan lahan juga berdampak pada lingkungan, keanekaragaman hayati dan pemanasan global. CIFOR mengungkapkan, pembakaran hutan akan menyebabkan krisis lingkungan dan hilangnya sumber air. Sementara itu, Yuni Setio Rahayu dari LIPI mengungkapkan terjadinya penyusutan keragaman hayati pasca kebakaran hutan dan lahan yang tidak terkendali. Kebakaran yang terjadi juga melepaskan gas karbon ke atmosfer. Data dari CIFOR memperkirakan karbondioksida yang terlepas berada pada kisaran 1,5 - 2 ton dan akan memperparah laju peningkatan suhu bumi. Upaya untuk mengatasi kebakaran lahan dan hutanPemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memadamkan api. BNPB melakukan empat langkah, yaitu 1. Pemadaman dari udara dengan hujan buatan dan pemboman air;2. Pemadaman di darat oleh tim gabungan BPBD, Manggala Agni, TNI, Polri, MPA, dan masyarakat; 3. Operasi penegakan hukum oleh Polri dan PPNS; 4. Pelayanan kesehatan dan sosialisasi. Selain berbagai upaya oleh BNPB, pada tahun 2014 Tim Gabungan Audit Kepatuhan juga memberikan beberapa rekomendasi 1. Perbaikan kebijakan di kawasan rawan kebakaran; 2. Pelaksanaan evaluasi konsesi; 3. Penguatan kapasitas pemerintah daerah dalam resolusi konflik lahan antara masyarakat dengan perusahaan; 4. Pembinaan dan pengawasan berjenjang; 5. Pemberdayaan masyarakat oleh perusahaan; 6. Dukungan PLTB dan insentif. Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah menunjukkan hasil yang menggembirakan dan dapat memadamkan api pada tahun berjalan. Namun, tahun berikutnya kebakaran kembali terjadi dengan penyebab yang sama, dampak yang makin luas, dan upaya yang sama akan kembali dilakukan. Sudah waktunya penanggulangan bencana asap memasuki babak baru sebelum kerugian bagi manusia, ekonomi, dan lingkungan makin menghebat. Peran masyarakat untuk mitigasi bencana asapMasyarakat sebagai pihak yang berada paling dekat dan terdampak langsung dari kebakaran bisa menjadi jalan keluar. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan berada di lokasi ketika bencana terjadi, namun setelah bisa mengatasi, mereka pun akan segera pergi. Dengan demikian, masyarakat yang senantiasa berada di lokasi hendaknya bisa mencegah pembakaran lahan dan hutan agar tidak menjadi bencana. Peran serta masyarakat untuk mencegah terjadinya bencana kebakaran lahan dan hutan bisa dimulai dari tingkat desa. Masyarakat Desa Harapan Jaya, Kecamatan Tempuling, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau telah memiliki Peraturan Desa PerDes Nomor 01 Tahun 2012 tentang Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan. Peraturan desa ini lahir karena keprihatinan warga akan dampak kebakaran hutan dan lahan serta melihat penegakan peraturan daerah di tingkat provinsi yang lemah. Di dalam peraturan desa tersebut diatur dengan jelas dan tegas, bahwa setiap warga masyarakat yang membakar lahan tanpa terkendali dan mengakibatkan kebun/ladang tetangga ikut terbakar akan dikenakan sanksi. Besaran sanksi tersebut adalah sebagai berikut tanaman karet dendanya Rp dan tanaman sawit dendanya Rp Aturan tersebut terbukti ampuh dan sudah ada warga yang membayar denda sejumlah Rp Dalam mekanisme ini, pemerintah daerah tidak menerima denda, namun hanya sebagai penengah antara korban dan pembakar. Peraturan Desa Harapan Jaya tersebut memberikan pelajaran yang sangat berarti bagi penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan. Pertama, masyarakat dengan inisiatif sendiri bisa bekerja sama untuk menghukum warga yang membakar lahan tanpa terkendali. Kedua, mekanisme denda atau sanksi ampuh untuk memberikan efek jera kepada para pembakar. Ketiga, kendati peraturan desa itu ampuh, namun cakupannya hanya terbatas pada administrasi desa dan tidak berdaya untuk menghukum perusahaan yang membakar lahan. Belajar dari peraturan desa dan penegakannya, maka inilah beberapa hal yang kiranya bisa ditindaklanjuti oleh pemerintah pusat dan daerah agar kebakaran tidak terus berulang setiap tahun. Pertama, partisipasi masyarakat harus ditingkatkan terutama untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan di lingkungannya dengan pelatihan dan penyediaan sarana dan prasara untuk memadamkan api. Kedua, kemitraan antara perusahaan dan masyarakat perlu dijalin oleh pemerintah daerah agar tidak timbul konflik. Ketiga, memberlakukan mekanisme denda kepada perusahaan yang wilayah konsesinya terbakar dengan perhitungan denda per hektar. Sistem denda ini akan efektif karena efek jera dan kecepatan pelaksanaannya dibandingkan upaya pidana atau perdata. Keempat, pengembangan penelitian dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk menggantikan metode pembakaran lahan. Kelima, bila metode membakar masih tetap menjadi pilihan, maka harus terkendali dan diawasi dengan ketat agar tidak meluas. dewo
Munculnyakabut asap yang begitu tebal tersebut disebabkan karena tidak terhentinya kebakaran hutan yang terjadi. Bacalah penggalan teks tanggapan berikut! Munculnya kabut asap yang begitu tebal tersebut disebabkan karena tidak terhentinya kebakaran hutan yang terjadi. Langsung ke isi. Menu. Menu. Pendidikan. Tanya Jawab; SD; SMP; SMA; Gadget;
Kapan terakhir kamu pergi ke hutan? Kapan terakhir kamu menanam pohon? Mungkin itu pertanyaan aneh bagi kamu, tapi pertanyaan-pertanyaan itu sangatlah bermakna untuk ditanyakan pada hari ini. Kenapa? Karena hari ini telah ditetapkan sebagai Hari Hutan Sedunia. Hari yang dijadikan batu peringatan akan pentingnya ekosistem hutan yang didominasi oleh spesies-spesies pohon di seluruh dunia untuk menopang seluruh kehidupan di Bumi ini, khususnya manusia dan bagaimana kita bisa menekan laju kerusakan ekosistem tersebut. Hutan melindungi iklim di planet kita, melindungi kita dari banjir dan erosi tanah. Hutan juga menyediakan air yang sangat esensial bagi hidup manusia dan menumbuhkan tanaman-tanaman pangan kita, juga menyediakan sumber-sumber tanaman obat yang sangat berharga. Hutan adalah rumah bagi keanekaragaman hayati, flora dan fauna, serta sumber makanan dan penopang ekonomi bagi masyarakat adat setempat. Lebih dari itu, bagi kita bangsa Indonesia, hutan-hutan kita dan keanekaragaman hayati serta budaya bersumber daripadanya, yang terhampar dari Sabang sampai Merauke merupakan anugerah Tuhan dan identitas terkuat bangsa ini. Meskipun diakui sebagai ekosistem yang sangat penting di planet ini, dan berbagai komitmen sukarela dari pemerintah berbagai negara maupun perusahaan-perusahaan dicanangkan untuk melindungi hutan yang tersisa, pada kenyataannya laju kerusakan hutan-hutan deforestasi di dunia semakin memprihatinkan. Berdasarkan analisis Greenpeace, sejak 1990β2015, kita telah kehilangan hutan di Indonesia sebanyak 24 juta ha, yang disebabkan terutama karena perluasan industri perkebunan sawit, industri kertas dan bubur kertas, serta illegal logging yang saat ini mulai mengancam hutan-hutan terakhir kita di Papua, sepanjang 2015-2018 saja sudah 130,000 ha hutan telah dibabat untuk perluasan perkebunan sawit. Jejak jaringan area penggundulan hutan untuk perkebunan kelapa sawit di Kwala Kwayan. The World Research Institute WRI mencatat laju kehilangan tutupan hutan di seluruh dunia sebesar 29,7 juta ha di tahun 2016, dan 29,4 juta ha pada tahun 2017. Setengahnya terjadi di daerah tropis, termasuk di Indonesia. Emisi Gas Rumah Kaca tahunan dari hilangnya tutupan hutan tropis yang memicu pemanasan global dan perubahan iklim pada tahun 2015-2017 adalah 63% lebih tinggi dari rata-rata selama 14 tahun terakhir. Kehancuran hutan yang juga merupakan rumah bagi satwa-satwa iconic Indonesia seperti Gajah Sumatera, Harimau Sumatera, Orang Utan membuat mereka semakin diambang kepunahan, para ilmuwan memperkirakan Orangutan akan punah pada 2030 apabila kerusakan hutan terus terjadi. Ini sungguh miris dan memprihatinkan, di tengah janji-janji manis perlindungan hutan. Dampak perubahan iklim semakin nyata di depan mata kita, utamanya bagi Indonesia yang sangat rentan kondisi alam dan geografisnya. Saat ini kita kembali berduka, begitu banyak bencana ekologis seperti banjir baru-baru ini di Sentani, tanah Papua yang memakan korban manusia, tanah longsor, kebakaran hutan dan lahan sejak Januari sampai hari ini, kebakaran hutan di Riau membakar hampir 2,000 ha lahan dan mengakibatkan ribuan saudara-saudara kita di sana tercekik asap dan terserang ISPA, terutama bayi dan balita Seorang warga berusaha melintasi banjir di Sentani, Jayapura, Papua. Para ilmuwan sudah memperingatkan kepada kita, kita hanya punya waktu 12 tahun untuk bisa mempertahankan suhu bumi pada derajat celcius untuk bisa menyelamatkan diri dari perubahan iklim. Solusi paling efektif juga ada di depan mata yaitu menghentikan deforestasi dan memulihkan ekosistem hutan yang rusak. Sekarang. Ya, mulai dari sekarang. Itulah mengapa banyak program penanaman jutaan pohon menjadi kehilangan tujuannya, disamping karena kegagalan teknis dan tidak dibarengi dengan menghentikan kerusakan yang massif tepat dijantungnya, jantung kerusakan hutan tersisa di Indonesia. Dan saat ini yang kita perlukan tidak hanya menghentikan deforestasi tetapi juga bagaimana agar para perusak hutan bertanggungjawab dengan memulihkan ekosistem hutan dan gambut yang dirusaknya yang menimbulkan kerugian bagi lingkungan dan manusia. Hal ini sejalan dengan prinsip polluter pays principle, dan mendorong negara agar lebih serius dalam menerapkan kebijakan-kebijakan yang pro perlindungan hutan dan restorasi dan penegakan hukum terhadap para perusahaan perusak hutan. Pemandangan hutan primer dari udara di dekat Sungai Digul, selatan Papua. Terus bagi kita yang tinggal di kota-kota besar, yang jauh dari hutan, apa dong yang bisa kita lakukan untuk melindungi hutan? Ada banyak hal. Beberapa di antaranya adalah mulai menanam berbagai macam tanaman atau pohon, untuk mengurangi polusi dan menciptakan kesegaran udara dan positive vibes di sekitarmu. Syukur-syukur kamu bisa panen buah yang dihasilkan dari tanaman-tanaman tersebut, asyik kan? Atau kamu juga bisa aktif di kotamu untuk menjaga hutan-hutan kota yang terancam dan melestarikannya, atau juga bergabung dalam kegiatan TuaiTumbuhBersama dan menjadi seorang PenjagaHutan bersama Greenpeace dan jutaan orang di dunia untuk menghentikan perusahaan-perusahaan perusak hutan, menuntut mereka dan mendorong pemerintah untuk memenuhi komitmennya untuk melindungi hutan dan gambut yang tersisa di Indonesia termasuk segera memulihkan hutan-hutan dan ekosistem yang rusak. Terima kasih untuk kamu semua yang sayang sama hutan-hutan kita. Selamat Hari Hutan Sedunia, mari kita lindungi dan pulihkan. Lindungi Hutan Kebakaran hutan tidak hanya mengancam kehidupan manusia, tapi juga mengancam satwa liar asli Indonesia yang terancam punah. Bantu kami wujudkan Nol Deforestasi. Ikut Beraksi
PenanggulanganBencana. Bencana yang dimaksud salah satunya adalah kebakaran hutan dan lahan gambut yang terjadi di Provinsi Riau. Pelibatan TNI dalam penanggulangan bencana dilaksanakan mulai dari tahap pra-kejadian sesuai dengan langkah- langkah prosedur mitigasi bencana, tahap tanggap darurat dan tahap pasca
β Kebakaran hutan adalah salah satu bencana yang dapat disebabkan oleh manusia. Kebakaran hutan membawa banyak dampak buruk bagi lingkungan. Apa dampak kebakaran hutan bagi lingkungan? Dampak kebakaran hutan bagi lingkungan adalah Hilangnya habitat makhluk hidup Korban jiwa Polusi udara Polusi air Pemanasan global Berkurangnya bahan pangan Terganggunya fasilitas setempat Terganggunya ekonomi Baca juga Bagaimana Cara Nenek Moyang Kita Mendapatkan Api? Hilangnya habitat makhluk hidup Kebakaran hutan yang tak terkendali dapat menyebabkan hilangnya habitat makhluk hidup. Kebakaran hutan dapat menghanguskan vegetasi dan berbagai tempat bersarang hewan, membuat hewan dan tumbuhan kehilangan habitatnya. Korban jiwa Dampak kebakaran hutan yang paling mengerikan adalah jatuhnya korban hutan yang tidak terkendali dapat menyebabkan jatuhnya korban jiwa baik karena api maupun asap dan debu hasil pembakaran. Selain manusia, hewan lebih banyak yang mati dan cedera akibat kebakaran hutan. Pada kebakaran hutan yang besar, jutaan hewan dapat mati karena api dan asap. Baca juga Apa yang Terjadi jika Pohon di Hutan Semakin Berkurang? Polusi udara Dilansir dari Global Forest Watch, asap dan kabut yang dihasilkan dapat menjangkau jarak berkilo-kilometer, menciptakan polusi udara pada tingkat melampaui ambang batas sehat. Polusi udara hasil kebakaran hutan dapat menyebabkan berbagai gangguan pernapasan bagi manusia yang terpapar. Polusi air Dampak kebakaran hutan selanjutnya adalah polusi air. Dilansir dari United States Environmental Protection Agency, abu, sedimen, juga polutan hasil kebakaran dapat masuk dan mengendap di sungai, waduk, dan sumber air lainnya.
Punun. grkusju10z.pages.dev/268grkusju10z.pages.dev/52grkusju10z.pages.dev/315grkusju10z.pages.dev/302grkusju10z.pages.dev/398grkusju10z.pages.dev/111grkusju10z.pages.dev/268grkusju10z.pages.dev/370
bantuan yang sangat diperlukan oleh korban bencana kebakaran hutan adalah